Banyak yang menanyakan apakah boleh seorang wanita mensyaratkan kepada suami untuk menunda kehamilan setelah menikah karena ingin menyelesaikan kuliah terlebih dahulu? berikut penjelasannya.
Pertanyaan,
Saya akan menikah tahun depan –dengan izin Allah- dengan seorang gadis yang masih kuliah di tahun kedua di sebuah universitas, dan dia ingin menyelesaikan kuliahnya meskipun telah menikah. Dan dia telah memberikan syarat agar kita menunda kehamilan hingga lulus kuliah, yaitu kurang lebih delapan sampai dua belas bulan setelah menikah. Sebenarnya saya tidak condong dengan pendapat ini, karena saya menginginkan anak-anak segera setelah menikah, dan aku tidak menginginkan menunda kehamilan. Apakah dimungkinkan bagi wanita untuk memberikan syarat seperti di atas, meskipun saya tidak menyukai syarat tersebut? Apa nasihat kalian untuk kami?
Jawab
Segala puji bagi Allah,
Pertama: menunda kehamilan sejenak karena ada mashlahat menurut suami istri adalah perkara yang dibolehkan dan tidak menjadi masalah. Sebagaimana difatwakan oleh al-Lajnah ad-Daimah (19/297),
“Adapun jika mencegah kehamilan disebabkan darurat yang jelas, seperti wanita tidak bisa melahirkan dengan kelahiran normal dan mengharuskan untuk operasi (Caesar) untuk mengeluarkan janin. Atau bisa juga menunda karena ada maslahat menurut pandangan suami istri, maka tidak menjadi masalah mencegah kehamilan atau menundanya, sebagai bentuk mengamalkan hadits Nabi yang shahih dan juga apa yang diriwayatkan oleh para Sahabat Nabi –semoga Allah meridhai mereka semua- tentang bolehnya melakukan AZL (mengeluarkan mani di luar rahim-ed) juga mengikuti apa yang ditegaskan oleh para ahli fikih tentang bolehnya meminum obat untuk menggugurkan sperma sebelum berumur 40 hari. Bahkan telah dibolehkan untuk mencegah kehamilan ketika keadaan darurat yang nyata.” Selesai.
Oleh karena itu, maka tidak masalah menunda kehamilan di awal-awal nikah, demi menyelesaikan kuliah, tentunya dengan kesepakatan suami istri.
Kedua: jika membolehkan menunda kehamilan beberapa waktu karena kuliah atau karena hal lainnya yang mengandung maslahat, maka boleh salah satu pasangan mensyaratkan yang demikian, sedangkan pasangan lainnya bebas untuk memilih antara mengabulkan syarat tersebut atau menolak dan tidak menerimanya, meskipun itu bisa mengakibatkan batalnya akad nikah dengan wanita tersebut.
Jika menyetujui persayaratan tersebut, maka wajib untuk menunaikan syarat tersebut, sebagaimana hadits Uqbah bin Amir –radhiyallahu anhu- dia berkata, Rasulullah –shalallahu alaihi wasalam- bersabda,
أَحَقُّ الشُّرُوْطِ أَنْ تُوْفُوْا بِهَا مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوْجَ
“Syarat yang paling layak engkau penuhi ialah apa yang membuat kemaluan (istrimu) dihalalkan untukmu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Nasihat untuk engkau adalah agar engkau berusaha memahamkan istri bahwa memperoleh anak adalah tujuan utama dari pernikahan, itulah yang diperintahkan secara syariat. Oleh karena itu, hal tersebut harus lebih didahulukan daripada menyelesaikan kuliah. Dan juga engkau berjanji akan membantu istri untuk menyelesaikan kuliahnya.
Jika dia tidak menyetujuinya, maka kami tidak melihat larangan untuk menyepakati syarat tersebut.
Kami memohon kepada Allah agar memberikan taufiq kepada kalian berdua menuju segala kebaikan. Wallahu a’lam.
Diterjemahkan dari http://islamqa.info/ar/220804 oleh Arif Ardiansyah, Lc
Dukung Program Kami (Yayasan Mulia Rabbani)
Transfer ke:
BNI Syariah 0388 008 009
Konfirmasi: 0812 1998 1555 (WA dan SMS)