Yang Dibolehkan Bagi Yang I’tikaf

Bagi yang beri’tikaf, harus terus berada di masjid dalam rangka ketaatan kepada Allah dan beribadah kepada-Nya. Maka, hendaknya keinginan terbesarnya adalah menyibukkan diri dengan hal-hal yang bisa mendekatkan diri kepada-Nya dari berdzikir, membaca al-Qur’an dan selainnya. Akan tetapi bagi yang beri’tikaf amalannya terbagi menjadi beberapa bagian; Mubah, disyariatkan (di sunnahkan), serta dilarang.

I'tikaf

Adapun yang disyariatkan adalah menyibukkan diri dengan ketaatan kepada Allah, beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya, karena ini adalah inti dan maksud dari i’tikaf, oleh karena itu diikat dengan masjid.

Bagian lain adalah yang terlarang bagi yang i’tikaf, yaitu hal-hal yang meniadakan i’tikaf seperti keluar seseorang dari masjid tanpa udzur, atau melakukan jual-beli, atau berhubungan suami istri, dan yang semisalnya dari amalan-amalan yang bisa membatalkan i’tikaf karena meniadakan maksud i’tikaf.

Adapun bagian ketiga yaitu yang dibolehkan seperti berbicara dengan manusia, bertanya tentang keadaan mereka, dan selainnya yang dibolehkan oleh Allah untuk orang yang beri’tikaf. Dan juga boleh untuk keluar jika mengharuskan keluar, seperti keluar untuk mencari makan dan minum, jika tidak ada yang menyiapkan makanan. Juga keluar untuk menunaikan hajat buang air, juga keluar karena perkara yang wajib, bahkan ini mewajibkannya keluar seperti keluar untuk mandi junub.

Adapun keluarnya untuk perkara yang disyariatkan tetapi  tidak wajib, jika dia mensyaratkannya maka tidak apa-apa. Dan jika tidak mensyaratkannya, maka tidak perlu keluar. Itu seperti menjenguk orang sakit dan mengantar jenazah dan yang semisalnya. Maka bagi yang beri’tikaf boleh keluar jika mensyaratkan dirinya keluar, jika tidak mensyaratkan dirinya untuk keluar, maka tidak perlu keluar. Akan tetapi jika yang meninggal adalah kerabatnya atau temannya dan ditakutkan jika tidak keluar akan terputus hubungan silaturahmi atau terjadi bahaya, maka dia harus keluar, meskipun i’tikafnya batal, karena i’tikaf adalah sunnah yang hendaknya tidak diteruskan (jika terjadi demikian)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

Diterjemahkan secara bebas dari http://www.albetaqa.com oleh Arif Ardiansyah, Lc

32999 Total Views 9 Views Today

Leave a Reply

Your email address will not be published.