Adakah Amalan Nisyfu Sya’ban?

Apakah ada keutamaan shalat atau puasa pada pertengahan bulan Sya’ban?

Berikut jawaban Lajnah Da’imah Kerajaan Saudi Arabia, ketika ada pertanyaan:

“Sebagian ulama berkata, ‘Sesungguhnya telah ada hadits-hadits tentang keutamaan Nisyfu Sya’ban serta puasa pada hari tersebut dan juga menghidupkan malam Nisyfu Sya’ban, apakah hadits-hadits tersebut shahih atau tidak? Jika shahih, maka mohon jelaskan sejelas-jelasnya. Jika tidak mohon penjelasan dari kalian. Semoga Allah ta’ala memberikan pahala kepada kalian.”

Jawab:

Telah datang hadits-hadits tentang keutamaan puasa pada hari-hari di bulan Sya’ban, akan tetapi tidak ada pengkhususan hari dari hari lainnya. Di antara hadits-hadits tersebut adalah yang ada dalam shahihain bahwa Aisyah –radhiyallahu anha– berkata,

وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ

Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah –shalallahu alaihi wasalam- menyempurnakan puasa satu bulan penuh, kecuali bulan Ramadhan, dan aku tidak pernah melihat beliau dalam satu bulan banyak berpuasa di dalamnya yaitu bulan Sya’ban.”

Malam Nisyfu Sya'ban

Dan juga dalam hadits Usamah bin Zaid, bahwasannya dia berkata kepada Nabi n, “Aku tidak pernah melihat engkau berpuasa di bulan-bulan lain seperti puasanya engkau pada bulan Sya’ban.” Rasulullah n menjawab,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Itu adalah bulan yang banyak dilalaikan manusia di antara Rajab dan Ramadhan, dia adalah bulan yang amalan-amalan akan diangkat menuju Tuhan Semesta Alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, dan aku sedang berpuasa.” (HR. Ahmad dan an-Nasa’i)

Dan tidaklah benar hadits yang mengatakan bahwasannya Rasulullah menentukan satu hari di bulan Sya’ban untuk berpuasa atau mengkhususkan hari-hari dari bulan Sya’ban untuk berpuasa. Akan tetapi terdapat hadits-hadits dhaif tentang shalat pada malam Nisyfu Sya’ban dan puasa pada siang pagi harinya. Di antaranya hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah di dalam Sunannya dari Nabi n, bahwasannya Beliau n berkata,

 إذا كان ليلة نصف شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها، فإن الله تعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى سماء الدنيا، فيقول: ألا مستغفر فأغفر له، ألا مسترزق فأرزقه، ألا مبتلى فأعافيه ألا كذا حتى يطلع الفجر

“Jika datang malam Nisyfu Sya’ban, maka shalatlah kalian di malam harinya dan berpuasalah di pagi harinya, Sesungguhnya Allah ta’ala turun padanya dari terbenam matahari ke langit dunia dan berfirman, “Adakah yang minta ampun, maka akan aku ampuni dia, adakah yang minta rizki, akan aku beri rezki dia, adakah yang sakit, maka akan aku sembuhkan, adakah ini adakah itu sampai terbit fajar.”

Ibnu Hibban telah menshahihkan sebagian hadits tentang keutamaan menghidupkan malam Nisyfu Sya’ban. Di antara hadits-hadits tersebut adalah yang diriwayatkan dalam shahih Ibnu Hibban dari Aisyah radhiyallahu anha, dia berkata,

“Saya kehilangan Rasulullah, maka aku keluar mencarinya ternyata beliau ada di Baqi sedang mengangkat kepalanya. Kemudian berkata, “Apakah engkau takut Allah dan Rasul-Nya akan berbuat kelaliman kepada engkau?” Aku berkata, “Wahai Rasulullah aku menyangka engkau mendatangi sebagian istri-istrimu.” Rasulullah n lalu bersabda,

إن الله تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى سماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب

“Sesungguhnya Allah l turun pada malam pertengahan bulan Sya’ban ke langit dunia, akan mengampuni sebanyak jumlah bulu rambut kambing.”

Hadits ini telah didhaifkan oleh Imam al-Bukhari dan lainnya. Banyak ulama yang memandang lemah setiap hadits yang menerangkan tentang keutamaan malam Nisyfu Sya’ban dan puasa pada pagi harinya. Dan telah dikenal oleh para ulama hadits, Ibnu Hibban sering bermudah-mudahan dalam menshahihkan hadits-hadits

Kesimpulannya, sesungguhnya tidak ada satu hadits pun yang shahih menurut para ulama hadits,  yang menerangkan tentang keutamaan menghidupkan malam Nisyfu Sya’ban dan puasa pada pagi harinya. Oleh karena itu, para ulama mengingkari shalat (Nisyfu Sya’ban-pent) dan mengkhususkan pagi harinya untuk puasa. Mereka (para ulama hadits-pent) berkata, “Sesungguhnya hal itu adalah bid’ah.”

Sebagian jama’ah ada yang mengagungkan malam tersebut karena bersandar pada hadits-hadits yang lemah namun masyhur (terkenal) di antara mereka, sehingga manusia pun mengikuti mereka, karena berbaik sangka kepada mereka.

Bahkan sebagian ada yang melampaui batas dalam mengagungkan malam Nisyfu Sya’ban dan berkata, ‘Sesungguhnya itu adalah malam yang penuh berkah yang diturunkan di dalamnya al-Qur’an  dan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah dan menjadikan hal ini sebagai tafsir dari firman Allah l,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. ad-Dukhan: 3-4)

Ini adalah kesalahan yang sangat jelas, dan termasuk menyelewengkan al-Qur’an dari tempatnya. Karena yang dimaksud malam yang diberkahi dalam ayat adalah Lailatul Qadar. Sebagaimana firman Allah,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.”(QS. al-Qadar: 1)

Padahal Lailatul Qadar berada pada bulan Ramadhan berdasarkan hadits-hadits yang menerangkan hal itu.

Sebagaimana firman Allah l,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْـزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ 

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. al-Baqarah: 185)

Dan hanya bagi Allahlah segala taufik, washalallahu ala Nabiyina Muhammad, keluarganya serta para sahabatnya.

 

Lajnah Da’imah lilbukhus al-Ilmiyah wal ifta.

Ketua: Ibrahim bin Muhammad Alu Syaikh

Wakil ketua: Abdurrazaq Afifi

Anggota: Abdullah bin Ghadiyan.

 

Diterjemahkan bebas dari http://www.alifta.net/fatawa

 

 

76807 Total Views 7 Views Today

Leave a Reply

Your email address will not be published.